Salah satu perilaku yang menciderai kehidupan masa kini adalah keputusasaan dan takut hidup tanpa memiliki uang yang banyak. Uang seolah sangat menentukan hidup matinya manusia modern.
Dua puluh empat jam sehari manusia dituntut mendapatkan uang agar bisa bertahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. “Time is money” , artinya tak sedikitpun rela waktu dibiarkan tercecer sia-sia tanpa usaha untuk mendapatkan uang. Selama masih bernapas manusia berlomba-lomba memburu uang dan menimbunnya sebanyak mungkin.
Ketika uang yang ditimbun tiba-tiba merosot nilai tukarnya karena krisis moneter, maka dalam tempo singkat kekayaannya mengalami kebangkrutan. Seperti saat terjadi krisis moneter 1998 yang telah membuat banyak orang stres karena dipusingkan oleh simpanan rupiah yang nilainya terpuruk. Sebuah pengalaman yang mungkin dapat menyadarkan kita supaya tidak terlalu mendewakan uang, dengan menyikapinya secara bijak melalui langkah-langkah berikut.
Langkah pertama, kita segera sadar bahwa uang hanyalah alat tukar semata. Dalam sejarah sebelum manusia mengenal uang, seluruh kegiatan transaksi dilakukan melalui sistem barter yang sarat dengan prinsi-prinsip moral untuk menjaga harmoni sosial dalam masyarakat primitif. Kemudian dorongan untuk memiliki materi dan hasrat memenuhi kebutuhan konsumsi telah mengubah prinsip pertukaran untuk mencari keuntungan sehingga digunakan uang sebagai alat transaksi.
Sebagai alat transaksi, uang telah membuat sistem pertukaran dalam masyarakat modern kehilangan basis moral serta bersifat mekanis dan rasionalistik. Transaksi pertukaran menggunakan uang tak mampu menjaga kepentingan harmoni sosial dalam masyarakat modern. Karena apa saja yang mengandung nilai komoditas dapat diperdagangkan dengan menggunakan uang.
Langkah kedua, kita perlu membedakan antara bekerja dan berkarya sebagai modus operandi yang sama-sama menghasilkan uang. Bekerja adalah tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih bersifat biologis. Sedangkan berkarya itu lebih daripada sekadar bekerja karena di dalamnya mengandung nilai prestasi dan manfaat bagi orang lain. Seorang pengemis pun bekerja dengan mengharap derma, tetapi petani yang bercocok tanam itu berkarya untuk menghasilkan bahan pangan guna dijual ke pasar. Keduanya sama-sama mendapatkan uang, namun petani mendapatkannya dengan kepuasan batin yang tak ternilai.
Langkah ketiga, kita perlu menyadari bahwa kebahagiaan tidak bisa diukur dengan uang semata. Sejatinya uang memang penting, tapi bukan uang yang menambah kebahagiaan. Kita sering mendengar keluarga orang kaya berantakan, banyak uang tapi tidak bahagia. Dengan uang semua kenikmatan mungkin dapat dibeli terkecuali nikmat kebahagiaan. Si miskin yang tidak memiliki cukup uang pun dapat menikmati senyum kebahagiaan tersendiri.
Langkah keempat, kita perlu banyak belajar dari orang kaya yang sukses. Orang kaya yang sukses adalah orang yang bahagia. Mereka bahagia bukan hanya karena memiliki banyak uang, tetapi juga ditentukan oleh sudut pandangnya yang benar dalam memaknai uang bagi kehidupannnya. Orang kaya yang bahagia memaknai tujuan mencari uang bukan sekadar mencapai target ambisinya memiliki lebih banyak harta, tetapi juga termasuk untuk aktualisasi diri. Mereka tidak menganggap uang sebagai solusi terhadap segala persoalan. Uang bagi mereka, ketika memilikinya dan saat kehilangan tidak terlalu berbeda. Yang utama adalah aktivitas yang dilakukan sehingga kemudian bisa memberi dampak yang menghasilkan uang.
Pada umumnya orang kaya mencari uang adalah suatu yang menggembirakan. Mereka melakukan berbagai aktivitas dalam rangka mencari uang dengan rasa gembira, menikmati apa yang dilakukannya. Sedikit atau banyak uang yang diperoleh dari aktivitas yang menggembirakan tentu memiliki makna yang memuaskan dirinya. Uang tetaplah sarana, sedangkan tujuannya adalah kebahagiaan yang memiliki nilai-nilai hakiki, sejati dan abadi. Mensyukuri adalah kunci utama solusi hidup bahagia. Insya’allah…(*)Matarindo News.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar