Menjelang usia satu abad, Muhammadiyah mengalami dinamika internal yang memerlukan pembenahan serius. Keterlambatan dan ketidaktepatan metode pembenahan akan mengakibatkan makin meluasnya problema internal organisasi.
Dalam Buletin MM Edisi No. 1/ Tahun ke I/ Muharram 1432 H, telah dilontarkan pemikiran perlunya mencari figur pemimpin yang kuat ditandai dengan sedikitnya memiliki tiga kemampuan sekaligus, yaitu kemandirian finansial, kecakapan manajerial dan keluasan intelektual. Namun fungsi kepemimpinan hanyalah satu dari kebutuhan mendesak yang perlu segera dibenahi agar persyarikatan tetap eksis menghadapi dinamika eksternal yang bersifat global.
Kebutuhan lain yang tak kalah mendesak adalah ketersediaan kader-kader militan yang menjadi motor organisasi agar Muhammadiyah tetap berada terdepan dalam medan dakwah. Masalah militansi kader dakwah tidak dapat dipisahkan dari spirit dan moralitas dengan aspek-aspek fundamental yang memperkokoh meliputi aqidah, akhlaq, ibadah dan muamalah.
Problematika internal organisasi ditengarai terjadi karena mengendurnya militansi kader-kader dalam pergerakan persyarikatan. Dikhawatirkan problematika ini sampai pada titik kritis yang akan melemahkan sendi-sendi pergerakan dakwah persyarikatan. Pada titik di mana peransertanya semakin kurang diperhitungkan dalam mengokohkan negara bangsa Indonesia yang menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Negara bangsa Indonesia merupakan medan dakwah yang telah turutserta dilahirkan oleh rahim perjuangan Muhammadiyah. Pelangi Indonesia memberikan warna-warni problematika sosiologis, psikologis dan politis yang sangat rumit dan memerlukan terapi canggih untuk merawatnya. Kader militan persyarikatan harus dapat menempatkan Muhammadiyah dalam posisi penting untuk menjaga dan merawat pelangi Indonesia supaya tetap indah di bumi nusantara.
Karunia Tuhan telah menganugerahkan alam nusantara yang kaya dan indah.Tapi, tangan-tangan manusia telah menjadikan negeri ini penuh paradoksal yang tak sedap dipandang mata. Di tengah kekayaan alam yang melimpah, jutaan rakyatnya menderita dalam kemiskinan. Di tengah masyarakatnya yang religius, merajalela pula praktik-praktik korupsi. Deretan paradoksal masyarakat Indonesia bisa lebih diperpanjang lagi. Semua itu akan memperjelas bahwa negeri ini merupakan medan dakwah yang menantang bagi kader-kader peryarikatan yang militan untuk ber -amar makruf nahi munkar dan ber- fastabiqul- khairat.
Dengan menyadari konteks keberadaannya di medan dakwah yang demikian menantang itu, maka kekokohan Muhammadiyah akan teruji oleh ketersediaan kader-kader pergerakan yang militan. Problematika internal yang melemahkan sendi-sendi organisasi terjadi bersamaan dengan mengendurnya militansi kader yang dihasilkan dari pola-pola kaderisasi yang cenderung stagnan dan pragmatis. Pragmatis dalam perkaderan terjadi karena orientasi pada pengembangan amal usaha untuk menopang kebutuhan finansial dakwah persyarikatan. Sedangkan stagnasi dalam perkaderan terjadi bersamaan dengan kuatnya pengaruh subordinasi negara sebagai akibat masuknya personaliti persyarikatan dari kalangan birokrasi.
Dalam realita dengan mudah disaksikan banyak keberhasilan persyarikatan dalam membangun amal usaha pendidikan dan kesehatan. Tapi, di tengah keberhasilan-keberhasilan pragmatis itu Muhammadiyah menghadapi problematika etis yang sulit untuk menyeimbangan antara kepentingan dakwah dan kuatnya pengaruh pragmatisme pasar. Terlebih lagi, ketika negara melakukan kapitalisasi dalam sektor pendidikan dan kesehatan yang telah menyeret amal usaha Muhammadiyah pun harus menghadapi pertarungan bisnis kedua sektor tersebut. Realita ini menandai kegagalan kita dalam merawat negara bangsa Indonesia yang seharusnya melindungi hak-hak rakyatnya untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan. Di bawah pengaruh hegemoni pasar semakin sulit bagi penduduk miskin untuk memperoleh layanan dalam pendidikan dan kesehatan yang layak.
Di balik realita hegemoni pasar yang terjadi adalah melemahnya daya saing bangsa ini. Peranserta Muhammadiyah dalam menjaga dan merawat bumi nusantara pun terasa melemah seiring dengan dinamika internal persyarikatan yang mengancam eksistensinya. Ketika negara bangsa ini takluk di hadapan hegemoni pasar, maka kedaulatan dan harga diri kita sebagai bangsa tergadaikan. Kini saatnya kader-kader militan persyarikatan terpanggil nuraninya untuk menyelamatkan bangsa, agama dan negara dari pengaruh hegemoni pasar.
Implementasi di lapangan sangatlah sederhana. Tumbuhkan militansi kader melalui keteladanan para pemimpin dengan aqidah, akhlaq, ibadah dan muamalah. Banyak pihak prihatin menyaksikan perilaku keseharian yang kurang amanah, tidak jujur, dan etos kerja rendah yang sangat menghambat bagi menggelorakan militansi kader dakwah di persyarikatan. Padahal, kita memiliki konsep militansi yang sangat tegas dengan inspirasi “jihad” di jalan Allah, seperti yang telah menggelorakan semangat para pejuang kemerdekaan dengan bambu runcingnya.
Jangan pernah melupakan sejarah. Karena dari sejarah pula kita ketahui bahwa Muhammadiyah telah melahirkan banyak kader militan yang berwawasan kebangsaan. Sekarang ini ibu pertiwi sangat merindukan keberadaan kader militan berwawasan keindonesiaan … *
Saefudin Abdurachim
Wakil Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
PD Muhammdiyah Brebes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar