Selasa, 25 Januari 2011

Merindukan Militansi Kader Berwawasan Keindonesiaan


Menjelang usia  satu abad,  Muhammadiyah  mengalami  dinamika  internal  yang memerlukan  pembenahan serius. Keterlambatan dan ketidaktepatan  metode pembenahan akan mengakibatkan  makin meluasnya problema internal organisasi.

            Dalam  Buletin MM Edisi No. 1/ Tahun ke I/ Muharram 1432 H, telah dilontarkan  pemikiran  perlunya mencari figur pemimpin yang kuat ditandai dengan sedikitnya  memiliki tiga  kemampuan sekaligus, yaitu kemandirian finansial, kecakapan manajerial dan  keluasan  intelektual.  Namun  fungsi  kepemimpinan  hanyalah  satu  dari kebutuhan  mendesak  yang perlu segera dibenahi agar persyarikatan  tetap eksis  menghadapi dinamika  eksternal  yang  bersifat global.
Kebutuhan lain  yang tak kalah mendesak  adalah  ketersediaan  kader-kader militan yang menjadi  motor  organisasi  agar  Muhammadiyah  tetap  berada terdepan  dalam medan  dakwah.  Masalah  militansi  kader  dakwah tidak  dapat  dipisahkan dari  spirit dan moralitas  dengan  aspek-aspek  fundamental yang memperkokoh meliputi aqidah,  akhlaq, ibadah dan muamalah.
Problematika  internal  organisasi  ditengarai terjadi   karena  mengendurnya militansi  kader-kader dalam pergerakan  persyarikatan. Dikhawatirkan problematika ini  sampai pada titik kritis  yang  akan  melemahkan  sendi-sendi  pergerakan dakwah  persyarikatan. Pada titik di mana peransertanya  semakin  kurang diperhitungkan  dalam   mengokohkan  negara  bangsa Indonesia   yang menjamin keadilan  dan kesejahteraan  bagi  seluruh rakyat.
Negara  bangsa Indonesia  merupakan medan dakwah  yang   telah  turutserta dilahirkan oleh  rahim  perjuangan Muhammadiyah. Pelangi Indonesia  memberikan  warna-warni problematika  sosiologis, psikologis dan politis  yang sangat rumit dan memerlukan  terapi  canggih  untuk  merawatnya.  Kader militan persyarikatan  harus  dapat menempatkan  Muhammadiyah  dalam  posisi  penting untuk  menjaga dan  merawat  pelangi  Indonesia  supaya tetap indah  di bumi  nusantara.
Karunia   Tuhan telah  menganugerahkan  alam nusantara  yang  kaya  dan indah.Tapi, tangan-tangan manusia telah menjadikan negeri ini penuh paradoksal yang  tak sedap dipandang mata. Di tengah kekayaan alam yang melimpah, jutaan  rakyatnya  menderita dalam  kemiskinan. Di tengah  masyarakatnya  yang religius,  merajalela pula praktik-praktik korupsi. Deretan   paradoksal  masyarakat Indonesia bisa lebih diperpanjang lagi. Semua itu akan   memperjelas  bahwa  negeri  ini  merupakan medan  dakwah  yang menantang  bagi kader-kader peryarikatan yang militan untuk  ber -amar makruf  nahi munkar dan ber- fastabiqul- khairat.
Dengan  menyadari  konteks keberadaannya  di medan  dakwah  yang  demikian  menantang itu,   maka kekokohan  Muhammadiyah  akan teruji oleh  ketersediaan  kader-kader pergerakan  yang  militan.  Problematika  internal  yang melemahkan  sendi-sendi organisasi terjadi bersamaan  dengan  mengendurnya militansi  kader  yang  dihasilkan  dari  pola-pola  kaderisasi yang cenderung stagnan  dan pragmatis. Pragmatis  dalam perkaderan  terjadi  karena  orientasi  pada pengembangan amal usaha  untuk  menopang  kebutuhan finansial  dakwah persyarikatan. Sedangkan  stagnasi  dalam perkaderan  terjadi  bersamaan  dengan  kuatnya  pengaruh subordinasi  negara sebagai  akibat masuknya  personaliti  persyarikatan  dari  kalangan  birokrasi.             
Dalam  realita  dengan  mudah  disaksikan  banyak keberhasilan  persyarikatan   dalam membangun  amal usaha  pendidikan  dan  kesehatan. Tapi, di tengah  keberhasilan-keberhasilan  pragmatis  itu  Muhammadiyah  menghadapi  problematika  etis  yang sulit untuk  menyeimbangan antara kepentingan  dakwah dan  kuatnya  pengaruh  pragmatisme  pasar.  Terlebih lagi, ketika  negara  melakukan  kapitalisasi  dalam  sektor  pendidikan  dan kesehatan   yang  telah menyeret amal usaha Muhammadiyah  pun  harus  menghadapi  pertarungan  bisnis  kedua sektor  tersebut. Realita  ini menandai  kegagalan kita  dalam merawat  negara bangsa Indonesia yang   seharusnya  melindungi  hak-hak  rakyatnya   untuk  memperoleh  pendidikan dan kesehatan.  Di bawah  pengaruh hegemoni  pasar  semakin  sulit  bagi penduduk miskin untuk memperoleh  layanan dalam  pendidikan  dan kesehatan  yang  layak.
Di balik  realita hegemoni   pasar  yang terjadi adalah melemahnya daya  saing bangsa ini.   Peranserta Muhammadiyah  dalam menjaga  dan merawat bumi nusantara pun  terasa melemah  seiring dengan dinamika  internal  persyarikatan  yang  mengancam  eksistensinya. Ketika  negara bangsa ini takluk di hadapan hegemoni pasar, maka  kedaulatan  dan harga diri  kita sebagai  bangsa tergadaikan. Kini saatnya kader-kader militan persyarikatan   terpanggil nuraninya untuk  menyelamatkan bangsa, agama dan negara dari  pengaruh hegemoni pasar.
Implementasi  di lapangan sangatlah sederhana. Tumbuhkan militansi kader melalui  keteladanan  para pemimpin dengan aqidah, akhlaq, ibadah dan muamalah. Banyak  pihak  prihatin  menyaksikan  perilaku  keseharian  yang kurang amanah, tidak jujur, dan  etos kerja rendah   yang  sangat  menghambat bagi menggelorakan  militansi  kader dakwah  di persyarikatan.   Padahal, kita  memiliki konsep  militansi yang sangat tegas  dengan  inspirasi  “jihad”  di  jalan Allah,  seperti  yang  telah menggelorakan  semangat para pejuang  kemerdekaan  dengan   bambu runcingnya.
Jangan  pernah  melupakan sejarah.  Karena dari sejarah pula  kita  ketahui bahwa   Muhammadiyah telah  melahirkan  banyak kader militan   yang berwawasan  kebangsaan. Sekarang ini ibu pertiwi sangat merindukan  keberadaan  kader militan berwawasan  keindonesiaan …  *

Saefudin  Abdurachim
Wakil Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
PD Muhammdiyah Brebes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar