Siapapun yang terpilih menjadi orang nomor satu di jajaran Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Brebes periode mandatang, akan dihadapkan pada persoalan internal yang mengancam eksistensi persyarikatan.. Dibutuhkan figur pimpinan yang kuat ditandai dengan sedikitnya memiliki tiga kemampuan sekaligus, yaitu kemandirian finansial, kecakapan manajerial dan keluasaan intelektual
Kemampuan finansial merupakan keniscayaan dalam realita sosial yang berkembang di bawah kapitalisme dunia sekarang ini. Karakter kapitalis yang menggunakan ukuran serba materi (uang) sudah merasuki ke alam pikiran terdalam. Pragmatisme uang menyeruak di tengah kemiskinan telah menimbulkan berbagai kesenjangan sosial.
Seorang calon pemimpin dengan kemampuan finansial yang berlebih menjadi energi kuat untuk menarik massa pengikutnya. Terutama di ranah politik, jabatan terbiasa dapat dibarter setimpal dengan kepentingannya. Sedangkan di medan dakwah seperti Muhammadiyah tidak dikenal politik uang karena kepemimpinan adalah amanah yang “haram” dijual-belikan.
Namun, kecenderungan pragmatisme uang yang semakin menguat dalam masyarakat akan mengkondisikan figur ideal seorang pimpinan lembaga dakwah pun perlu memiliki kemampuan finansial yang cukup. Terlebih bagi Muhammadiyah yang citranya dalam masyarakat sudah dikenal baik dengan kiprah badan amal usaha yang maju secara ekonomi.
Itu tidak berarti figur pimpinan Muhammadiyah hanya milik mereka yang kaya atau berlebih saja. Di sini yang terpenting bukanlah ukuran kaya secara kuantitas, tetapi lebih pada kualitas pribadinya sebagai figur yang memiliki kemandirian finansial. Mereka tidak harus seorang pengusaha kaya raya, karena banyak diantaranya adalah penunggak kredit macet yang menunjukkan kelemahan dalam kemandirian finansial. Sebaliknya, tidak sedikit pegawai dan karyawan yang dapat mendedikasikan pemikiran dan tenaganya untuk masyarakat karena memiliki kemandirian finansial.
Seorang pemimpin yang memiliki kemandirian finansial tidak akan menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadinya. Kemandirian finansial bagi seorang yang akan duduk di kursi pimpinan Muhammadiyah menjadi syarat utama agar mereka kelak tidak mencari penghidupan di peryarikatan, tetapi akan menghidupi persyarikatan dengan kepemimpinannya yang amanah.
Syarat kedua figur pemimpin yang kuat adalah kecakapan manajerial. Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah yang mengenalkan prinsip-prinsip manajemen modern. Kecakapan manajerial menjadi syarat penting yang perlu dimiliki oleh setiap calon pimpinan Muhammadiyah. Dan, untuk mendapatkan kader Muhammadiyah yang memiliki kompetensi teknis manajemen tidaklah terlalu sulit. Karena, Muhammadiyah melalui amal usaha pendidikan telah banyak mencetak alumninya menjadi teknokrat dan birokrat yang tersebar hingga pelosok.
Namun kecakapan manajerial bagi pimpinan Muhammadiyah tidak hanya diukur berdasarkan kompetensi teknis manajemen semata. Syarat kecakapan manajerial di sini meliputi pula aspek-aspek non teknis, seperti aqidah, akhlaq, ibadah dan muamalah yang harus sejalan dengan paham islam dalam bermuhammadiyah. (Baca: Revitalisasi Gerakan Memperkokoh Komitmen Bermuhammadiyah).
Syarat ketiga figur pemimpin yang dibutuhkan oleh Muhammadiyah adalah memiliki keluasan intelektual yang menunjukkan kematangan pribadinya dalam bermuhammadiyah dengan sempurna, bukan karbitan. Keluasan intelektual ditandai dengan kapasitas wawasannya yang melintasi zaman, integritas pribadinya yang humanis, dan kapabilitas kerja kepemimpinannya yang visioner.
Dapatkah Musda menjaring figur kepemimpinan yang ideal untuk melakukan revitalisasi gerakan dalam rangka memperkokoh komitmen bermuhammadiyah? Jawabannya terpulang kembali kepada pertanyaan sejauh mana proses kaderisasi di Muhammadiyah sudah berjalan dengan baik!... (*)
Saefudin Abdurachim
Wakil Ketua Lembaga Perberdayaan Masyarakat
PD Muhammadiyah Brebes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar